Selasa, 07 Mei 2013

Surat Prita Mulyasari


Surat Prita Mulyasari

Inilah isi lengkap email Prita Mulyasari yang dimuat di surat pembaca detik pada
Sabtu, 30/08/2008 11:17 WIB dengan judul :
RS Omni Dapatkan Pasien dari Hasil Lab Fiktif
Jakarta – Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya.
Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan
kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan
semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian
ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya
dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan
percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai
ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000
dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr
Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab
ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu
thrombosit 27.000.
dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta
referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah
dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan
bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien
atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan
menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil
lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster
perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin
pasien atau keluarga pasien.
Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban
semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya
memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS
dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter
profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak
ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak
mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan
perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan
infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan
minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke
ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang
dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut
hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.
Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan
obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya
dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah.
Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan
kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas
selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata
menunggu dr H saja.
Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun
mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk
diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji
selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut
penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi
181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi.
Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.
dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai
memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh
tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H
bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa
rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan
yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai
membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau
dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis
yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar
padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama
sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan
27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa
hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat
itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan
bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk
bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer
Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya
ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni
dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti
mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.
Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og
(Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta
memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS
ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan
masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak
profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa
lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta
duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan
alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat
tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan
dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya
anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau
kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.
Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah
membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan
macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan
mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan
suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun
malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok
pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah
sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.
Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa
kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan
ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia
mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.
Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama
Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan
membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas
surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar
semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer,
tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika
suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi
suratnya sungguh membuat sakit hati kami.
Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak
disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi
181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk
dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa
sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan
pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya
27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada
suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung
tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi
makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi,
RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun,
saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan
kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput
atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena
sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar.
Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk
menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.
Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya
diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya
suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang
saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan
atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og
bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya
informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi
lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.
Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@yahoo.com
081513100600

Tidak ada komentar:

Posting Komentar